Thursday, February 19, 2015

The Metamorphosis of Me

Akhirnya.. Postingan pertama di tahun 2015. Mungkin tujuanku dulu untuk membuat blog belum sepenuhnya tercapai, karena seharusnya aku menulis blog ini untuk menuliskan tentang apa yang telah aku lakukan dan alami agar aku tetap bisa mengingat kembali bila aku lupa, tetapi karena sesuatu hal yang telah terjadi dalam hidupku beberapa saat yang lalu, yang tidak pernah aku bayangkan dan harapkan sebelumnya, yang berlawanan dengan keinginanku, ternyata terjadi. Sebenarnya, ada banyak hal yang ingin aku tuliskan, tetapi hal yang memenuhi pikiranku tidak bisa aku tuangkan dalam tulisan karena menurutku cukuplah itu menjadi bahan perenungan untuk diriku sendiri. Lama aku berpikir, aku rasa aku harus menulis karena ini merupakan pengalaman berharga. So, this is a piece story of my metamorphosis...
Dulu, aku beranggapan aku sudah mengetahui segala hal yang harus aku ketahui, terutama dalam prinsip kehidupan. Yap, aku membicarakan tentang agamaku, kepercayaan yang aku anut. Aku tumbuh di lingkungan yang cukup religius, meskipun bapak dan ibu bukan orang lulusan pesantren ataupun sekolah agama, tetapi bagi keluargaku agama itu nomor satu. Mereka contohkan dan ajarkan sholat, puasa, membaca Al-Quran sejak aku kecil. Lambat laun aku menyadari, cara pandang orang tuaku terhadap agama sedikit berbeda dengan orang di sekitar. Mungkin banyak yang masih memandang agama itu hanya untuk identitas KTP, identitas di masyarakat dan rutinitas belaka, tetapi bagi orang tuaku, agama itu pedoman hidup, a way of life. Setiap apa yang dilakukan dan diputuskan harus berdasarkan apa yang diajarkan agama. Tetapi bagaimanapun, mereka tetap menghormati pemeluk agama lain dan tidak membeda-bedakan sikap terhadapnya maupun menyesatkan. Dan lambat laun pula, aku mengetahui bahwa aku sedikit berbeda dari mayoritas, meskipun di luar negeri banyak orang yang paham dan maklum dengan perbedaan ini, tetapi sayangnya disini entah kenapa banyak yang tidak tahu. Dari situ, bapak memberikan beberapa argumentasi dan membolehkanku bertanya mengapa ini dan itu. 
Aku merasa bahwa perbedaanku ini bukan merupakan suatu masalah sampai pada akhirnya terjadilah hal yang tidak aku harapkan. Aku harus menerima konsekuensi dari pilihanku itu. Dan akhirnya aku harus memilih dan memutuskan. Dulu, aku beranggapan bahwa aku bisa ikhlas dan sabar terhadap apapun yang terjadi pada diriku, baik itu merupakan suatu hal yang menyenangkan (yang sesuai dengan keinginan kita) ataupun hal yang buruk dan menyedihkan (yang berlawanan dengan keinginan kita). Ternyata aku salah, jujur, hal itu sangat susah untuk dilakukan. Mungkin aku bisa ikhlas bila aku kehilangan uang atau barang tertentu, yang baru aku menyadarinya mungkin benda tersebut memang tidak berharga bagiku, meski berharga bagi sebagian orang. Butuh waktu yang cukup lama untuk bisa menerima dan melepaskan semuanya. Meskipun menurut akal sehat, aku tidak perlu bersedih dan menyesal, karena apapun yang terjadi pasti akan berlalu, baik senang maupun sedih, tidak ada yang abadi, tapi perasaanku tidak demikian. The healing process takes a long time.
Selama masa itu, aku bertanya pada diriku sendiri, setelah tentunya aku bertaubat atas pilihanku dulu, mengapa hal ini harus terjadi, mengapa aku harus berbeda, apakah itu masalah, mengapa tiba-tiba hatinya berubah, andaikan ini tidak pernah terjadi, dan lain-lain. Tapi, sampai di satu titik, di tengah kesendirian, aku bertanya pada diriku sendiri, apa tujuan hidupku setelah sempat salah arah, apakah yang aku akhirnya aku bela mati-matian ini benar dan layak untuk dibela. Aku pun belajar lagi dari awal hal yang aku anggap sudah lumayan banyak yang aku ketahui. Ternyata banyak yang belum aku tahu. Semakin banyak aku belajar, ternyata aku semakin tahu banyak hal yang tidak aku ketahui. Hal yang sepertinya sempit ternyata amatlah luas. Semakin digali, semakin banyak yang harus aku pelajari, tetapi semakin nyaman aku bersandar karena aku mengetahui insya Allah yang aku yakini untuk saat ini benar menurut pemikiran dan imanku. Meskipun konsekuensi yang aku pilih harus membuatku memacu diri menjadi lebih baik daripada yang lain dan siap untuk disalahpahami oleh orang yang tidak tahu sedikitpun tentang ini. Aku juga belajar siapa yang layak untuk dicintai, bagaimana mencintai dan menyebarkan cinta, siapakah panutan yang harus aku contoh, meskipun saat ini aku tidak bisa mengekspresikannya. Aku belajar untuk berlapang dada, tidak egois dan tidak memaksakan kehendak. Siapa lagi Yang Maha Berkehendak kalau bukan Dia, Yang Maha Pengasih? Semua hal yang terjadi di dunia ini adalah atas kehendak-Nya. Maka, aku belajar untuk menerima apapun yang terjadi. Bukankah semua hal yang terjadi, baik hal yang menyenangkan maupun menyedihkan, keduanya merupakan ujian? Semua pasti berlalu. Roda pun terus berputar, kehidupan terus berjalan sampai akhirnya nanti tiba waktuku untuk kembali pada-Nya. Mungkin saat ini adalah salah satu bentuk perjuanganku, yang berbeda dengan perjuangan bapak dan ibu dulu untuk mengetahui kebenaran. I've learned a lot from this chapter, God... and I am ready for the next chapter :)