Sunday, November 15, 2020

Cinta Pertamaku Pergi, tapi Hidup akan Terus Berlanjut

Akhirnya aku mencoba untuk menulis lagi. Sebenarnya dua tahun lalu aku ingin membiasakan diriku menulis lagi. Apalagi saat itu, aku mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi, memperdalam ilmu tentang mata. Pasti menulis adalah keterampilan yang sangat dibutuhkan terutama dalam proses belajar. Aku bahkan membeli buku motivasi untuk menulis, yang ternyata ditulis oleh salah seorang anggota grup Whatsapp yang berisi orang-orang sevisi yaitu yang mencintai Rasulullah dan Ahlulbaitnya. Namun sayang, dua tahun lalu, tidak lama setelah aku membaca bukunya, orang tersebut meninggal.

Namun, bukan itu saja yang membuatku berhenti menulis. Beberapa bulan berikutnya, tepatnya Agustus 2018, setelah acara pengukuhan mahasiswa baru PPDS Ilmu Kesehatan Mata Unair, Bapakku, cinta pertama dan tempat kami bersandar, tiba-tiba tidak sadarkan diri, sempat dirawat selama 6 hari di ICU dan akhirnya meninggal dunia di usia 51 tahun. Usia yang bisa dikatakan masih produktif dan masih cukup muda. Aku ingin menulis apa yang aku rasakan setelah kejadian yang pasti akan terjadi namun tidak diharapkan. Aku hanya berharap aku akan terus mengingat beliau, peran beliau hingga aku menjadi seperti ini, balas budi yang belum sempat kulakukan, serta impianku untuk membahagiakan bapak dan ibu. Namun karena saat itu aku masih harus berkonsentrasi dengan dunia baruku untuk meraih impian, aku sering mengurungkan niatku untuk menuangkan apa yang ada di pikiranku dengan menulis. Aku harap waktu dapat menyembuhkan segalanya. Tetapi sampai sekarang pun tetap saja, aku menulis ini dengan bulir air mata yang menetes di pipi. Mungkin ada yang berpikir, jangan terlalu sering menangisi orang yang meninggal, atau hidup ini akan terus berlanjut meski mereka tiada. Ya memang benar, detik akan terus melaju, meski aku dan ibu merasa waktu di dunia ini sempat berhenti sejenak. Mencoba mencerna apa yang terjadi, mengambil sikap untuk rencana ke depan. Tetapi bapak yang sudah meninggal, tetaplah bapakku, orang yang sangat berarti bagiku, yang mungkin tidak terlalu berarti bagi orang lain. Hal seperti ini mungkin dengan mudah dapat dirasakan oleh orang yang juga pernah merasakan orang yang paling berharga meninggalkan dunia ini, tetapi mungkin tidak dengan orang yang belum pernah merasakan kehilangan.

Rasa penyesalan terbesarku adalah kami bukan keluarga yang dengan mudah mengekspresikan perasaan cinta, kasih dan sayang dengan lugas. Kami terlalu kaku dan malu mengungkapkannya. Yang seharusnya aku lakukan selama waktu masih berpihak padaku, sebelum semuanya terlambat. Seharusnya aku sering mengucapkan kata terima kasih, aku sayang bapak, atau seperti keinginan bapak diam-diam yang ingin aku bercerita banyak hal kepadanya, yang belum pernah aku lakukan. Bapak pernah bilang ke ibu kalau sebenarnya bapak ingin sekali mendengar ceritaku langsung, tertawa bersama bila itu adalah hal yang lucu, tapi aku terlalu cuek. Saat itu aku berpikir agak susah bercerita kepada bapak karena reaksi bapak yang cukup berlebihan dan sering menyimpulkan dengan cepat, sedangkan bila aku cerita tentang sesuatu, artinya aku hanya ingin didengar dan akan aku selesaikan sendiri bahkan bila itu adalah masalah yang cukup berat. Tetapi itulah yang kurindukan saat ini, saat semuanya sudah terlambat.

Sampai saat itu, bapak sudah mengajari dan meneladaniku banyak hal. Terutama hal yang sangat pokok bagi kita dalam menjalani hidup di dunia yang berat ini. Berbekal cinta kepada Rasulullah dan Ahlulbaitnya, bapak selalu yakin dengan itu kita akan bahagia di dunia dan di akhirat. Karena sudah mendeklarasikan seperti itu, seharusnya aku bersemangat mengejar impianku, melakukan terbaik yang aku bisa agar bisa meneladani Rasullullah dan Ahlulbaitnya. Tetapi sejujurnya aku tidak terlalu percaya diri setelah bapak tiada. Aku menanyakan kepada diriku sendiri, apakah aku mampu melakukan semua itu, apakah aku mampu mempertahankan keyakinanku yang dipandang sebelah mata oleh orang yang bahkan tidak pernah mengetahui yang sebenarnya tapi hanya termakan isu yang beredar. Tetapi dilihat dari sisi manapun, kebenaran tersebut terlalu terang benderang untuk diabaikan.

Aku hanya bisa berdoa dan berharap, semoga anugerah yang berharga ini tidak akan tergoyahkan sampai nafas terakhir kami. Semoga kesempatan yang masih diberikan kepada kami, dapat kami manfaatkan sebaik mungkin untuk kebaikan dan untuk membantu sebanyak mungkin orang. Aamiin..
Al Fatihah yang diiringi dengan sholawat sebelumnya untuk almarhum bapak yang sudah lebih dahulu menghadap Allah pada 16 Agustus 2018 dan niscaya kami juga akan menyusulnya. 


Makam Bapak di TPU Keputih. Terima kasih banyak Pakpuh, sudah banyak membantu baik dukungan maupun biaya, dan juga memesankan pemakaman yang juga dekat dengan makam Eyang Uti, orang yang paling Bapak sayangi.




Tidak banyak kenangan bersama Bapak yang tertangkap oleh kamera. Tapi insya Allah akan selalu kuingat sampai kapan pun.