Saturday, May 31, 2014

Imagine Living Life in Peace...

Entah mengapa rasanya akhir-akhir ini agak jenuh dengan berita-berita yang beredar, baik di media cetak, televisi, internet, bahkan media sosial, terutama menjelang pilpres dan setelah muncul dua nama capres. Pendukung setiap capres rajin share kekurangan capres yang lain, bahkan menyangkut-pautkan dengan agama atau keimanan seseorang. Itu berita benar atau tidak, aku juga tidak tahu, yang jelas tulisan itu bersifat opini, bukan fakta. Sadar atau tidak, dulu pernah belajar sejarah atau tidak, Indonesia tidak hanya terdiri dari satu agama saja, satu suku saja, tapi dengan keberagaman yang ada, adanya toleransi, saling menghormati antar agama, antar suku, antar budaya, negara kita, Indonesia dengan semboyannya "Bhinneka Tunggal Ika" mampu merdeka dari penjajahan bangsa asing. Yang membuatku heran dan bertanya-tanya, bukankah keimanan seseorang itu hanya Allah yang layak untuk menilai? Bukankah yang bisa kita nilai adalah bagaimana sikapnya selama ini dan apa yang sudah mereka perbuat?

Indonesia sangat kaya, dalam hal budaya, keindahan alam ciptaan Allah, sumber daya alam yang melimpah ruah, seperti digambarkan oleh Koes Plus dalam lagu berjudul "Kolam Susu". Begitu pula beragam agama yang ada disini. Tapi, itulah kekayaan yang menjadi kelemahan. Kekayaan yang tidak diiringi dengan toleransi, pemikiran yang lebih bijak dan dewasa. Sedikit isu permasalahan antar suku atau antar agama saja, sebagian besar masyarakat mudah terpancing emosi, entah apa yang sebenarnya terjadi, pokoknya beraksi dulu membela masing-masing kelompoknya. Mungkin hal ini yang belum hilang sejak jaman penjajahan dulu. Politik "devide et impera", sudah sangat klasik, tapi masih berhasil diterapkan di Indonesia. Bahkan mungkin tidak menutup kemungkinan ada pihak-pihak di luar yang menunggu detik-detik kehancuran Indonesia, dengan menggunakan politik itu. Pancing saja dengan isu misalnya antara agama Islam sendiri tentang Sunni dan Syiah. Pasti menimbulkan perdebatan yang amat dahsyat disini. Padahal Sunni dan Syiah di negara-negara Timur Tengah dan Eropa malah hidup berdampingan, meskipun masih ada sedikit yang mudah terpancing isu seperti ini.

Masalah-masalah seperti itu, sudah ada dari dulu. Bahkan, musisi terkenal, John Lennon, mengungkapkan keprihatinannya dalam lagu yang berjudul "Imagine"

Imagine there's no heaven
It's easy if you try
No hell below us
Above us only sky
Imagine all the people
Living for today...


Imagine there's no countries
It isn't hard to do
Nothing to kill or die for
And no religion too
Imagine all the people
Living life in peace...


You may say I'm a dreamer
But I'm not the only one
I hope someday you'll join us
And the world will be as one


Imagine no possessions
I wonder if you can
No need for greed or hunger
A brotherhood of man
Imagine all the people
Sharing all the world...


You may say I'm a dreamer
But I'm not the only one
I hope someday you'll join us

And the world will live as one 

Mungkin ada di antara kalian yang berpikir bahwa yang ada di lirik itu cuma pikirannya orang kafir lah, atheis lah, ngapain ditanggepin lah, dll. Tapi coba resapi lagi. Bukankah lirik lagu itu menggambarkan betapa dia mendambakan perdamaian? Sehingga dengan yang dia lihat apa yang terjadi akhirnya dia menyimpulkan, jika saja tidak ada surga, tidak ada neraka, tidak ada batas negara, tidak ada agama, mungkin semua orang bisa hidup di dunia dengan damai. Itu tidak salah, hanya kurang tepat. Bukankah damai itu juga salah satu sifat Allah? Kalau begitu seharusnya siapa yang wajib introspeksi diri dan memperbaiki diri?

Berikut ini, aku cantumkan artikel "Seislami Apakah Kita?" dari kolom Irfan di website islamindonesia.co.id sebagai renungan untuk yang selalu menganggap dirinya Muslim, orang yang paling benar. Padahal, sebagian besar di antara kita menganut Islam karena merupakan "warisan" dari orang tua kita. Belajar agama pun pasti langsung belajar agama Islam, tanpa ingin mengetahui lebih jauh lagi apa yang diajarkan agama lain dan mungkin tidak sempat terlintas di benak kita mengapa kita bisa meyakini apa yang kita anut ini, dan apakah sudah benar atau belum.

Syaikh Muhamad Abduh, ulama besar dari Mesir pernah geram terhadap dunia Barat yang mengganggap Islam kuno dan terbelakang. Kepada Renan, filsuf Perancis, Abduh dengan lantang menjelaskan bahwa agama Islam itu hebat, cinta ilmu, mendukung kemajuan dan lain sebagainya. Dengan ringan Renan, yang juga pengamat dunia Timur Tengah mengatakan (kira-kira begini katanya), “Saya tahu persis kehebatan semua nilai Islam dalam Al-Quran. Tapi tolong tunjukan satu komunitas Muslim di dunia yang bisa menggambarkan kehebatan ajaran Islam”. Dan Abduh pun terdiam.
Satu abad kemudian beberapa peneliti dari George Washington University ingin membuktikan tantangan Renan. Mereka menyusun lebih dari seratus nilai-nilai luhur Islam, seperti kejujuran (shiddiq), amanah, keadilan, kebersihan, ketapatan waktu, empati,  toleransi, dan sederet ajaran Al-Quran serta akhlaq Rasulullah Saw. Bebekal sederet indikator yang mereka sebut sebagai islamicity index mereka datang ke lebih dari 200 negara untuk mengukur seberapara islami negara-negara tersebut. Hasilnya? Selandia Baru dinobatkan sebagai negara paling Islami. Indonesia? Harus puas di urutan ke 140. Nasibnya tak jauh dengan negara-negara Islam lainnya yang kebanyakan bertengger di rangking 100-200.
Apa itu Islam? Bagaimana sebuah negara atau seseorang dikategorikan islami? Kebanyakan ayat dan hadis menjelaskan Islam dengan menunjukkan indikasi-indikasinya, bukan definisi. Misalnya hadis yang yang menjelaskan bahwa “Seorang Muslim adalah orang yang di sekitarnya selamat dari tangan dan lisannya” itu indikator. Atau hadis yang berbunyi, “Keutamaan Islam seseorang adalah yang meninggalkan yang tak bermanfaat”. “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hormati tetangga ... Hormati tamu ...  Bicara yang baik atau diam”. Jika kita koleksi sejumlah hadis yang menjelaskan tentang islam dan iman, maka kita akan menemukan ratusan indikator keislaman seseorang yang bisa juga diterapkan pada sebuah kota bahkan negara.
Dengan indikator-indikator di atas tak heran ketika Muhamamd Abduh melawat ke Perancis akhirnya dia berkomentar, “Saya tidak melihat Muslim di sini, tapi merasakan (nilai-nilai) Islam, sebaliknya di Mesir saya melihat begitu banyak Muslim, tapi hampir tak melihat Islam”.
Pengalaman serupa dirasakan Professor Afif Muhammad ketika berkesempatan ke Kanada yang merupakan negara paling islami no 5. Beliau heran melihat penduduk di sana yang tak pernah mengunci pintu rumahnya. Saat salah seorang penduduk ditanya tentang hal ini, mereka malah balik bertanya, “mengapa harus dikunci?” Di kesempatan lain, masih di Kanada, seorang pimpinan ormas Islam besar pernah ketinggalan kamera di halte bis. Setelah beberapa jam kembali ke tempat itu, kamera masih tersimpan dengan posisi yang tak berubah. Sungguh ironis jika kita bandingkan dengan keadaan di negeri muslim yang sendal jepit saja bisa hilang di rumah Allah yang Maha Melihat. Padahal jelas-jelas kata “iman” sama akar katanya dengan aman. Artinya, jika semua penduduk beriman, seharusnya bisa memberi rasa aman. Penduduk Kanada menemukan rasa aman padahal (mungkin) tanpa iman. Tetapi kita merasa tidak aman di tengah orang-orang yang (mengaku) beriman.
Seorang teman bercerita, di Jerman, seorang ibu marah kepada seorang Indonesia yang menyebrang saat lampu penyebrangan masih merah. “Saya mendidik anak saya bertahun-tahun untuk taat aturan, hari ini Anda menghancurkannya. Anak saya ini melihat Anda melanggar aturan, dan saya khawatir dia akan meniru Anda”. Sangat kontras dengan sebuah video di Youtube yang menayangkan seorang bapak-bapak di Jakarta dengan pakaian jubah dan sorban naik motor tanpa helm. Ketika ditangkap polisi karena melanggar, si Bapak tersebut malah marah dengan menyebut-nyebut bahwa dirinya habib.
Mengapa kontradiksi ini terjadi? Syaikh Basuni ulama Kalimantan pernah berkirim surat kepada Muhamamd Rashid Ridha ulama terkemuka dari Mesir. Suratnya berisi pertanyaan: “Limadza taakhara muslimuuna wataqaddama ghairuhum?”, mengapa muslim terbelakang dan umat yang lain maju? Surat itu dijawab panjang lebar dan dijadikan satu buku dengan judul yang dikutip dari pertanyaan itu. Inti dari jawaban Rasyid Ridha, Islam mundur karena meninggalkan ajarannya, sementara Barat maju karena meninggalkan ajarannya.
Umat Islam terbelakang karena meninggalkan ajaran iqra (membaca) dan cinta ilmu. Tidak aneh dengan situasi seperti itu, Indonesia saat ini menempati urutan ke- 111 dalam hal tradisi membaca. Muslim juga meninggalkan budaya disiplin dan amanah, sehingga tak heran negara-begara Muslim terpuruk di kategori low trust society yang masyarakatnya sulit dipercaya dan sulit mempercayai orang lain alias selalu penuh curiga. Muslim meninggalkan budaya bersih yang menjadi ajaran Islam, karena itu jangan heran jika kita melihat mobil-mobil mewah di kota-kota besar tiba-tiba melempar sampah ke jalan melalui jendela mobilnya.
Siapa yang salah? Mungkin yang salah yang membuat survey. Seandainya keislaman sebuah negara itu diukur dari jumlah jama’ah hajinya pastilah Indonesia ada di ranking pertama.

Perdamaian itu.... sangat indah :)

Friday, March 21, 2014

About Me, in 22 Years Old

Hari Selasa kemarin, tanggal 18 Maret 2014, aku genap berusia 22 tahun. Cukup tua juga. Hehe.. Sebenarnya tidak ada yang spesial bagiku ketika ulang tahun tiba, malah semakin terasa semakin mendekati kematian yang masih misteri, tetapi pasti akan kita hadapi. Saat jiwa dan raga ini akan kembali ke Sang Pencipta. Mungkin hari ulang tahun juga bisa membuat kita berkontemplasi, merenung apa saja yang sudah kita lakukan selama ini, target-target yang sudah tercapai atau belum, apakah diri kita sudah lebih baik dari sebelumnya, apakah diri kita bermanfaat bagi sesama.
Saat-saat ini sedikit berat bagiku karena aku tidak pernah mengalaminya. Masalah hati, yang dulunya aku kira itu bukan masalah yang berat, tapi ternyata teramat berat bagiku. Bila sudah seperti ini, merasa resah dan gelisah, yang berusaha aku pikirkan adalah tujuanku diciptakan di dunia ini, yang telah dijelaskan oleh Allah di Al-Quran dan tentang nama yang diberikan padaku: Fariztah Sukainah Nur Fathimah. Fariztah, diambil dari bahasa Persia yaitu Fereshteh yang berarti "angel" dalam bahasa Inggris atau mungkin bisa kita sebut bidadari atau dewi, bukan malaikat. Satu-satunya orang yang tahu arti namaku ini tanpa aku harus memberitahunya adalah Mrs. Bina Kadaba, karena bahasa India ada kesamaan dengan bahasa Persia. Sukainah, diambil dari bahasa Arab yang berarti kedamaian. Nur, diambil dari bahasa Arab juga yang berarti cahaya. Fathimah, yang merupakan nama putri Nabi Muhammad SAW. Dalam suatu hadis yang diriwayatkan oleh Al Khawarizmi dalam Maqtal al Hussain mengatakan, "Ali bin Abi Thalib berkata, 'Rasulullah bersabda, 'Putriku dinamai Fathimah karena Allah SWT melindunginya dari api (neraka).''"
Bila membandingkan arti namaku dengan apa yang sudah aku lakukan membuatku menangis. Rasanya aku masih belum bisa membuat diriku semulia nama yang diberikan kepadaku karena aku telah memilih takdir yang salah dulu. Kejadian yang membuatku sempat mengubah prinsip hidup yang aku pilih sebelumnya dan aku baru menyadari bahwa masalah itu merupakan ujian apakah benar aku bisa memegang prinsip itu. Bukankah masalah itu selalu ada selama kita hidup di dunia ini? Seperti firman Allah SWT dalam Al-Qur'an "Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: 'Kami telah beriman', sedang mereka tidak diuji lagi? (QS 29:1). Masalah juga merupakan rahmat Allah yang belum kita tahu manfaatnya saat ini. Mungkin untuk naik kelas menjadi pribadi yang lebih baik lagi, diri kita harus ditempa dulu, belajar bagaimana sabar, ikhlas dan memasrahkan semuanya pada Allah, karena hanya Dia yang tahu yang terbaik bagi hamba-Nya. Bukankah semua yang terjadi itu karena kehendak Allah?
Mungkin juga saatnya aku belajar menenangkan dan mendamaikan hati, lebih banyak bersyukur juga, karena jauh lebih banyak orang yang mengalami masalah lebih berat dariku, yang notabene hanya masalah hati. Tergantung kita lebih memilih bahagia atau sedih dalam memandang kehidupan serta masalah yang menyertainya. Semakin hari, semakin cita-citaku terlihat nyata. Yang dulunya hanyalah impian masa kecil untuk menolong orang lain karena melihat betapa hebatnya dokter di TV maupun film, sekarang tiba kesempatan untuk belajar dan melakukannya langsung meskipun ada sedikit rasa takut di hati ini. Cukup terharu juga bila ulang tahun kali ini mendapat banyak doa untuk kebaikanku dan semoga doa itu juga kembali pada mereka.
Maka, di hari Jumat yang memiliki keistimewaan, keagungan dan keutamaan yang melebihi hari-hari lain ini, dengan ucapan bismillahirrahmanirrahim dan shalawat pada Nabi Muhammad SAW dan keluarganya, Allahumma shalli ala Muhammad wa ali Muhammad, aku memohon pada Allah agar mengampuni segala dosaku yang tidak sebanding dengan amalku, tetapi rahmat-Nya meliputi segala sesuatu, mendamaikan hatiku, menjadikanku lebih sabar dan kuat menghadapi masalah ini, memasrahkan hati ini pada Sang Pencipta yang mengetahui yang terbaik bagiku. Amin..  

Wednesday, March 05, 2014

Fakta Mulia tentang Khadijah al Kubra, Istri Rasulullah SAW

Bila mendengar nama Khadijah al Kubra, apa yang ada di bayangan kita? Istri pertama Rasulullah SAW? Seorang wanita berusia 40 tahun saat menikah di Rasulullah? Janda? Kira-kira seperti itulah sejarah tentang Khadijah yang pernah kita dengar saat pelajaran agama di sekolah, maupun di pengajian. Aku memang tidak pernah mengikuti sekolah khusus tarbiyah atau apapun. Aku seperti orang awam biasa. Tetapi sempat muncul pertanyaan dalam pikiranku saat mendengar tentang kisah Khadijah. Apakah memang benar seperti itu saja, lalu apa istimewanya? Seharusnya Khadijah pasti memiliki sesuatu yang menakjubkan sehingga beliau ditakdirkan Allah mendampingi Rasulullah. Tulisan ini aku ringkas dari buku yang aku baca, yang berjudul "Cinta Abadi Nabi Muhammad SAW".
Khadijah adalah Muslimah pertama, yang paling awal tunduk pada Allah SWT. Kini, tak soal siapa yang menyusun daftar pemeluk Islam yang paling awal, namanya akan selalu berada di puncak itu. Tak ada "sejarawan" yang bisa mengubah fakta ini. Kehormatan menjadi Muslimah pertama adalah milik Khadijah, dan akan menjadi miliknya untuk selama-lamanya.
Katakanlah: "Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik." Katakanlah: "Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah; Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri [kepada Allah]." (Q.S. al An'am: 161-163)
Setelah pertemuan pertamanya dengan Jibril, Nabi saw datang kepada Khadijah dengan gemetar dan gelisah. Khadijah melihat segalanya dengan padangan keimanan. "Bergembiralah dengan apa yang engkau bawa," serunya, "Demi Dia, yang jiwaku ada di tangan-Nya, kini aku memandangmu sebagai Nabi bangsa kami. Berbahagialah," tambahnya, "Allah tidak akan menjatuhkan kehinaan padamu. Bukankah engkau sayang kepada kerabatmu, baik pada para tetangga, murah pada kaum miskin, berbuat ramah kepada orang tak dikenal, jujur dalam perkataanmu, dan selalu membela kebenaran?"
Dua puluh lima tahun Nabi saw bersatu dalam ikatan pernikahan suci dengan Khadijah yang agung, wanita mulia. Yang menemaninya di saat beliau tidak memiliki kekayaan duniawi, yang mempercayainya di saat kemuliaan yang dibawanya kurang dikenal, yang mendorong dan memahaminya dalam perjuangan spiritualnya, yang meyakininya di kala ia menyeru serta bertahan dari berbagai fitnah, aniaya, cemoohan, ancaman, dan siksa. Serta seorang teman yang selalu menolong di sepanjang hayatnya hingga ia dihimpunkan bersama dengan para wali di usianya yang ke-55. Wanita paripurna, Ummul Mukminin.
Khadijah adalah wanita ideal, istri yang ideal untuk Nabi Allah, ibu yang ideal bagi anak-anaknya, serta ibu yang ideal untuk kaum Mukmin.
Keimanan pada rahmat Allah SWT merupakan mata air yang Khadijah gunakan. Ia dianugerahi dengan apa yang Al-Qur'an al-Karim sebut qalbun salim (hati yang bersih), dalam ayat 89 surah Asy-Syua'ara. Qalbun salim, hati yang bersih, telah didefinisikan oleh A. Yusuf Ali, penerjemah dan ahli tafsir Al-Qur'an sebagai berikut:
"Hati yang suci dan tidak terkotori oleh berbagai penyakit yang diderita orang lain. Karena 'hati' dalam bahasa Arab tidak hanya pusat berbagai emosi dan kasih sayang, tapi juga akal yang menghasilkan suatu perbuatan, maka ia bermakna karakter seluruhnya."
Keagungan karakter Khadijah merupakan petunjuk hatinya yang suci. Khadijah dilahirkan memiliki qalbun salim yang nampaknya hanya orang-orang pilihan Allah SWT saja yang diberi. Ia adalah hati yang penuh dengan keyakinan mendalam, dedikasi pada Islam, serta kecintaan dan syukur pada Allah SWT.

Masalah Umur Khadijah
Kebanyakan sejarawan Muslim mengatakan bahwa Khadijah berusia 40 tahun ketika menikah dengan Nabi saw dan banyak sejarawan yang mengulang-ulang angka ini sehingga diyakini sebagai kebenaran mutlak. Tetapi, angka ini terbuka untuk dipertanyakan atas dasar berikut:
1. Tidak ada sejarawan yang mengetahui tahun kelahiran Khadijah. Angka 40 hanyalah sebuah perkiraan, dan itu terlalu berlebihan. Memang benar bahwa Khadijah lebih tua daripada Nabi Muhammad saw, tetapi hanya sedikit lebih tua.
2. Semenanjung Arabia merupakan sebuah negeri yang panas, dan gadis-gadis Arab mencapai tingkat kedewasaan yang jauh lebih cepat daripada gadis-gadis yang tinggal di iklim dingin atau sedang. Gadis-gadis Arab lainnya juga menikah cukup awal. Pada umur 40 tahun, tahun-tahun terbaik dalam kehidupan seorang wanita telah berlalu, dan di usia tersebut harapan untuk memiliki anak menjadi rendah, bahkan menurut medis, termasuk usia risiko tinggi untuk hamil.
3. Ia menerima banyak lamaran dari para penguasa dan pemuka Arab, tetapi ia menampiknya. Mereka tidak dapat mengesankan Khadijah dengan harta. Jika mereka kaya, ia nyata-nyata lebih kaya dari orang terkaya di antara mereka. Dan dengan sifat-sifat pribadi semacam itu sebagaimana sifat-sifat kepala, tangan, dan hati, semua itu seperti debu di kakinya. Siapa pun yang mencoba mengesankannya dengan harta atau kekuasaan jika tidak bodoh, tentu saja naif. Oleh karena itu, ia membuat target, sampai datangnya seorang laki-laki yang benar-benar mengesankannya-- Muhammad al-Mustafa saw dan ia pun menikah dengannya.

Dugaan Perkawinan Khadijah
Khadijah tidak pernah menikah sebelum menikah dengan Nabi Muhammad saw. Pernikahannya dengan Nabi Allah adalah yang pertama dan terakhir baginya. Para sejarawan yang sama mengklaim bahwa Khadijah menikah dua kali sebelum ia kemudian menikah dengan Rasulullah. Sebagaimana telah dicatat sebelumnya bahwa seluruh pemuka Quraisy dan pemuka-pemuka Arab ingin menikahinya, namun ia tidak berkenan mempertimbangkan siapa pun dari mereka untuk sebuah ikatan perkawinan. Apabila benar ia telah menikah dua kali sebelumnya, ia tidak akan ragu-ragu menikah untuk yang ketiga kalinya.

Epilog:
Beberapa orang mengajukan pertanyaan bahwa jika dianggap Khadijah menikah 2 kali sebelum perkawinannya dengan Nabi saw, dan ia berumur 40 tahun saat perkawinannya, adakah yang patut dicela tentangnya? Tidak! Apabila seorang laki-laki atau wanita menikah lebih dari satu kali atau telah berumur 40 tahun, tak ada cela tentangnya.
Pertanyannya bukanlah benar atau salahkah jika Khadijah menikah lebih dari sekali atau jika ia berumur 40 tahun dalam pernikahan terakhirnya. Satu-satunya pertanyaan adalah: Apakah merupakan fakta sejarah bahwa Khadijah telah menikah 2 kali, atau bahwa ia berumur 40 tahun dalam pernikahan terakhirnya? I absolutely say NO!
Bila seseorang setuju dengan para sejarawan sogokan bahwa Khadijah telah menikah dua kali, dan ia telah berumur 40 tahun pada pernikahan terakhirnya, tak ada yang berkurang dari kedudukannya. Ia tetap mulia. Tetapi, hanya tidak benar bahwa ia adalah seorang janda berumur 40 tahun ketika menikah dengan Nabi saw, dan karenanya, tidak etis menambah-nambah kesalahan dalam riwayat hidupnya, ataupun hidup laki-laki atau wanita lainnya, dalam persoalan itu. Setiap orang berhak atas pendapatnya sendiri, namun tidak pada fakta-fakta itu sendiri. Apabila seorang pencari kebenaran hendak memisahkan fakta-fakta dari pendapat, ia dapat melakukannya dengan pertolongan akal dan analisa logika. Pencarian kesimpulan dari prinsip-prinsip yang pasti, akan merupakan sebuah pengalaman yang berguna.
Apapun yang ditulis sejarah tentangnya, ia tetaplah salah satu dari empat wanita agung menurut Islam (Asiyah, istri Fir'aun; Maryam, ibu Nabi Isa as; Khadijah, istri Rasulullah saw; dan Fathimah, putri Rasulullah saw).         

Sunday, January 12, 2014

My Super Mom and Dad

My Super Mom and Dad.. Gaya banget nulisnya, padahal manggilnya juga Ibu dan Bapak. Hehe.. Ini ketiga kalinya aku bicara tentang Ibu dan baru sekali bicara tentang Bapak. Huhu.. Nggak adil ya? Makanya aku nulis sekarang. Mungkin orang tuaku tidak bekerja di suatu instansi perusahaan, atau menjadi PNS ataupun dalam BPJS termasuk kategori pekerja penerima upah. Meskipun begitu alhamdulillah sampai saat ini keluarga kami hidup berkecukupan dan masih bisa membantu orang lain yang membutuhkan.

Bicara tentang Bapak. Bapak itu orang yang keras, tegas, blak-blakan (beda banget sama aku), tapi baik, pengetahuannya amat luas, gampang tersentuh hatinya bila melihat orang kesusahan dan hobi "ngudang" (baca: menghibur anak kecil). Pastinya juga sangat khawatir dan sangat menjaga anak perempuan satu-satunya. Hehe.. Tapi lucunya, kalau Bapak khawatir tentang aku, selalu bicara ke ibu dulu. Jarang langsung bicara ke aku. Aku pun dulu saat meminta izin untuk melakukan sesuatu yang sebenarnya membuat Bapak keberatan, aku juga izin ke ibu dulu. Jadi, like father like daughter. Setelah itu pun ternyata Bapak hanya menyiratkan keberatan, tetapi tidak melarangku. Dan akhirnya pun keputusanku itu tidak membuatku bahagia. Sempat menyesal mengapa aku mengambil keputusan itu yang jelas-jelas tidak benar dan merugikanku selama dua tahun ini. Bapakku juga senang mendalami ilmu tentang pengobatan alternatif. Banyak banget yang dipelajari. Mulai dari refleksi, akupuntur, akupressur, normalisasi, sampe yang terakhir ini homeopathy. Nah, untuk homeopathy ini, masih banyak yang belum mengenalnya. Meski di negara-negara Barat maupun negara tetangga kita, Malaysia, ilmu pengobatan ini cukup populer. Pelopornya adalah seorang dokter di Jerman beberapa ratus tahun yang lalu, tetapi prinsipnya berbeda dengan ilmu yang sedang aku pelajari sekarang. Mungkin setelah ini aku bisa membandingkannya. Bapakku benar-benar anti-mainstream. Tetapi anti-mainstream yang nggak asal-asalan. Hehe.. Jadi, meski aku menyadari pengetahuanku juga masih amat sangat sedikit, tetapi apa yang aku tahu dari keluargaku ini, yang jarang diketahui orang lain di sekitarku. Akhirnya aku menyadari, nggak semua yang mainstream itu bagus atau benar. Yang terpenting kita punya prinsip yang harus kita pegang kapanpun dan dimanapun. Apalagi kalau bukan agama. Dan aku banyak mendapatkan bantuan dari Bapak tentang itu. 

Kalau tentang ibu.. Wah, sama seperti dua postingan sebelumnya. Bener-bener Super Mom. Ibu yang membesarkanku dengan penuh kesabaran dan kelembutan. Meski sebenarnya pekerjaannya sekarang tidak sesuai dengan kuliah yang diambilnya dulu, jurusan teknik kimia ITS, lebih memilih menjadi ibu rumah tangga yang baik tapi juga guru privat SMP dan SMA yang cukup populer (cukup populer disini karena tiap hari hampir ada jadwal les T.T. Jadi nggak bisa aku ajak jalan-jalan kalau mendadak). Lucunya, ibuku ahli di bidang matematika, fisika dan kimia. Sedangkan ibuku nggak terlalu paham biologi. Padahal apa yang aku pelajari sekarang banyak ke biologinya. Mungkin itu maksudnya, supaya bisa saling melengkapi. Ibuku juga selalu ada disisiku apapun kondisiku. Selalu mengetahui kesedihanku, meski aku berusaha keras menyembunyikannya. Selalu mengingatkanku untuk menjaga iman, membaca sholawat. Menanyakan aku pulang jam berapa, ada apa kok belum pulang. Selalu mendoakanku. 

Aku bersyukur Allah menitipkanku kepada kedua orang super ini. Kedua orang yang membuatku bisa seperti sekarang. Banyak bekal menghadapi kehidupan yang telah mereka berikan padaku. Keimanan, pelajaran hidup, akhlak, kasih sayang dan masih banyak lagi. Mereka juga mengajarkanku cinta yang hakiki. Cinta kepada Allah, Rasulullah Muhammad SAW dan keluarganya yang suci.

Jadi ingat beberapa waktu yang lalu aku membaca status facebook yang ditulis Tante Euis Daryati:
Keutamaan Anak Perempuan:
Rasulullah, "Tidak menyukai anak perempuan kecuali orang mukmin."
Imam Jakfar, "Anak laki-laki adalah kenikmatan dan anak perempuan adalah kebaikan. Sementara Alloh akan bertanya tentang kenikmatan dan menetapkan kebaikan."
Rasulullah, "Barangsiapa yg membesarkan tiga anak perempuan hingga menikah, mereka akan menjadi pelindung baginya dari neraka."

Semoga dengan takdirku dititipkan kepada mereka, aku memang menjadi kebaikan bagi mereka. Dan aku harap meskipun aku anak perempuan satu-satunya, aku juga benar-benar bisa menjadi pelindung mereka dari neraka.Walaupun aku juga tidak tahu sampai berapa lama lagi aku hidup di dunia ini, aku harap aku masih punya kesempatan untuk membuat mereka bahagia dan tidak mengecewakan mereka lagi. Amin..