Entah kenapa akhir-akhir ini aku jadi sensitif kalau mendengar masalah tentang perselingkuhan, poligami, atau apapun itu. Baik dalam konteks pasangan tersebut belum ada suatu ikatan sah (misalkan pacaran) maupun pasangan tersebut sudah menikah. Menurutku kejadian yang berkaitan dengan itu sangat meyakitkan bagi wanita yang dikhianati pria yang dicintainya. Aku heran mengapa kejadian itu sering terjadi karena dari sudut pandangku, yang alhamdulillah dibesarkan dalam suatu keluarga yang lengkap, keluargaku saja bisa menjaga kondisi dalam keluarga penuh dengan cinta dan kasih tanpa harus ada kejadian yang bersifat rendahan seperti itu, mengapa banyak yang tidak bisa menjaga cinta dan komitmen yang sudah mereka buat. Mungkin aku perlu menceritakan tentang tetangggaku, yang bercerai karena suaminya berselingkuh dengan wanita lain. Aku lupa persisnya kapan, yang jelas perselingkuhan itu, bahkan mereka sudah menikah diam-diam, diketahui tetanggaku saat dia sedang hamil! Bayangkan, bagaimana hancur perasaaannya, saat sedang hamil lagi. Yang dia pikirkan hanya cerai dari pria itu. Saat proses perceraian itu, petugas KUA sempat menanyai dia sekali lagi, pilih yang mana, istri yang dulu atau istri barunya. Dia hanya diam, bingung. Tetanggaku bersikeras untuk bercerai, walaupun nantinya dia menjadi single parent. Mungkin lebih baik seperti itu daripada sakit hati berkepanjangan. Kata nenekku, selingkuh itu penyakit, pasti bakal terulang lagi. Beberapa bulan kemudian, tetanggaku melahirkan anak perempuan yang cantik. Kalau ibuku memperhatikan tetanggaku, dia mencurahkan semua untuk anaknya itu. Sekarang anak itu sudah bersekolah di SD. Mungkin karena merasa sedikit bersalah, mantan suaminya berkunjung tiap anaknya berulang tahun (bayangin, setahun sekali ketemu ayahnya!!). Nah, waktu anak itu berulang tahun yang ke-7, pria itu tidak datang, tanpa kabar apapun, tanpa pemberitahuan apapun. Mungkin anak itu kecewa, tapi dia tidak berkata apapun. Sorenya, tiba-tiba badan anak itu panas, panas sekali sampai menggigil, dan mengigau 'ayah, ayah'. Tetanggaku sudah berusaha memberi obat, mengompres, tapi panasnya tidak kunjung turun. Lalu, dia bertanya pada anaknya apakah mau ditelponkan ayah. Tapi karena anak itu sudah kecewa, dia hanya bilang nggak usah, ayah jahat. Aduuh, dengar kejadian itu rasanya hatiku teriris, bahkan aku tidak kuat menahan agar air mataku tidak menetes. Padahal aku tidak mengalaminya. Apalagi tetanggaku yang mengalami hal itu. Aku dan ibu hanya bisa menggumam dan bersumpah, amat menyesal laki-laki itu telah meninggalkan istri dan anaknya seperti itu. Amat menyesal laki-laki itu bila suatu saat anak yang ditinggalkannya itu menjadi orang hebat. Astaghfirullah, kok bisa sih? Siapa sih yang dicontoh pria itu? Belajar agama dimana sih? Nggak tahu ya, kalau Rasulullah aja mengajarkan kita tentang cinta. Dan agama Islam, adalah agama dengan dasar cinta. Ya Allah, sesak rasanya hati ini bila mendengar hal-hal seperti itu lagi. Ya Allah, lapangkanlah untukku dadaku.
Saat aku teringat dan mendengar hal-hal itu, aku segera membuka lagi buku Avatar Cinta untuk meredam emosiku, hehe.. Setidaknya aku merasa masih punya Allah Yang Maha Cinta. Aku mau mengutip beberapa hal dari buku itu.
Cinta dalam Lembaga Keluarga
Jika sepasang suami-istri saling mencintai, dan cinta sangat berperan di antara mereka, maka harga diri mereka menjadi satu, keluarga mereka menjadi satu. Ayah, ibu dan keluarga si istri menjadi seperti ayah, ibu dan keluarga si suami. Begitu juga ayah, ibu dan keluarga si suami menjadi ayah, ibu dan keluarga si istri. Cara pandang dan tindak-tanduk mereka menjadi satu, dan perselisihan di antara mereka menjadi lenyap. Cinta melenyapkan seluruh batas pemisah dan menghancurkan seluruh sifat mementingkan diri sendiri. Cinta adalah sesuatu yang dapat mengubah setan menjadi malaikat. Sungguh, cinta adalah eliksir yang sangat mengagumkan.
Rindu dan cinta adalah kata yang manis dan begitu pula artinya. Insya Allah, kita akan selalu merenungkan kedalaman maknanya. Jika sepasang suami-istri hidup dalam cinta maka seluruh kesulitan mereka akan dapat diatasi, mereka tidak akan merasa kekurangan, dan perkataan orang tidak akan memberi pengaruh sedikit pun kepada mereka. Kesulitan hidup menjadi nihil bagi mereka, dan seluruh yang susah menjadi mudah.
Surga Cinta
Haji Agha Dulabi mempunyai perilaku yang sangat penting, mendekatkan dan menyatukan banyak hati. Dia pernah menyampaikan: "Tidak ada yang lebih begitu saya perhatikan daripada menjadikan dua hati menjadi satu. Saya tidak akan tidur di sebuah rumah yang di dalamnya sepasang suami-istri bertengkar, karena saya dapat merasakan bagaimana rahmat Allah terputus atas rumah itu. Pernah suatu masa perhatian saya hanya tercurah pada keadaan, supaya jangan timbul kedengkian di antara anak-anak dan keluarga. Saya sangat sensitif dalam masalah ini."
Jika dua hati berpisah dan janji di antara mereka sudah dilanggar serta mereka sudah tidak mencintai satu sama lain maka yang ketiga adalah setan dan segala keburukan. Jika dalam rumah tangga sudah tidak ada lagi rasa saling mencintai di antara suami-istri, meskipun mereka mempunyai begitu banyak uang, rumah, nama, kedudukan, kebun dan lain sebagainya, mereka tidak akan dapat merasakan kelezatan hidup. Mereka selalu bertengkar, saling menyalahkan dan saling menzalimi satu sama lain. Kehidupan mereka serasa neraka. Dapat dibayangkan bagaimana nasib anak-anak mereka.
Yang Melahirkan Cinta
Cinta melahirkan cinta. Segala sesuatu yang digunakan akan menjadi bertambah banyak. Seperti layaknya dalam usaha, uang atau modal duniawi yang dijalankan secara tepat, akan menjadi bertambah banyak. Karena itu, cinta harus digunakan, dan harus diamalkan. Boleh juga dikatakan, harus diadakan perlombaan dalam cinta. Mulla Abdullah berkata di dalam kitab al-Makatib, "Sebagaimana orang-orang melakukan olah raga jasmani maka orang mukmin juga harus melakukan olah raga cinta. Anda harus melakukan perlombaan dalam mencintai. Masing-masing harus mendahului pasangannya dalam mencintai. Begitu juga di antara ayah, ibu dan anak. Pedang cinta jauh lebih kuat, lebih tajam, dan lebih cepat dari pedang apa pun. Tidak ada pedang yang dapat menyamainya.
Mungkin cukup segitu yang aku kutip dari buku yang ditulis oleh Habibullah Farakhzad itu. Dalam agama pun diajarkan tentang cinta dan mengagungkannya karena Allah Maha Cinta. Di undangan resepsi pernikahan aja pasti ada kalimat yang intinya berdoa agar pernikahannya itu seperti pernikahan Fathimah dengan Ali, atau dalam sebuah film, seorang wanita mendambakan agar dia seperti Khadijah, yang dicintai oleh Rasulullah, atau Fathimah, yang dicintai oleh Ali. Aku juga sebal bila ada yang membahas masalah poligami. Mereka berkata seolah-olah poligami adalah hal yang bisa dilakukan oleh siapa saja. Padahal, jika mereka mau mencari tahu, tidak hanya sekedar mengerjakan poligami itu, syarat-syarat untuk berpoligami itu amat banyak dan kebanyakan mustahil dipenuhi oleh orang biasa, dengan iman yang dangkal. Contohnya sifat adil, adakah manusia biasa yang menjamin bahwa dia bisa adil pada istri-istrinya? Yang Maha Adil itu lo hanya Allah. Dan bila ada manusia yang bisa, ya hanya yang sekelas Rasulullah. Kita dibandingkan dengan Rasul? Jelas tidak bisa, Beliau adalah pembawa rahmat bagi seluruh alam, utusan Allah. Terus ada yang bilang kalau jaminan istri yang merelakan suaminya berpoligami adalah surga. Surga apanya bro? Kalau dia dalam hati dia nggak rela, mau dapat surga gimana? Hal-hal seperti itu sangat menyakitkan bagi seorang wanita walaupun mungkin dia tidak berkata secara langsung. Kalau melihat hal-hal itu, sepertinya Allah tidak adil pada wanita dengan adanya poligami. Padahal aku yakin, yakin seyakin-yakinnya kalau Allah Maha Cinta dan Maha Adil tidak mungkin membuat suatu aturan yang merugikan makhluk-Nya. Pencipta mana yang tega melihat ciptaannya hancur, apalagi Allah Maha Pencipta. Kalau mereka semua mau belajar, bahwa poligami bukan hal sesimpel itu, bukan hanya untuk kepuasan laki-laki. Itu merupakan jalan darurat. Jalan darurat kan tidak akan dipilih selagi masih ada jalan yang lain. Please, think about it, guys! Kita ditakdirkan berpasang-pasang, wanita diciptakan tidak lain untuk dilindungi oleh pasangannya.
Rasulullah SAW bersabda :
ReplyDeleteDari ‘Aisyah istri Nabi SAW, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Hai ‘Aisyah, sesungguhnya Allah itu Maha Kasih Sayang dan senang kepada kasih sayang, dan Dia memberi (kebaikan) pada kasih sayang itu apa-apa yang Dia tidak berikan kepada kekerasan, dan tidak pula Dia berikan kepada apapun selainnya”. [HR. Muslim juz 4, hal. 2003]
"Dan apabila Allah mencintai kepada seorang hamba, Allah memberinya kasih sayang (kelemah-lembutan). Dan tidaklah suatu keluarga yang terhalang dari kasih sayang, melainkan mereka terhalang pula dari kebaikan". [HR. Thabrani dalam Al-Kabiir juz 2, hal. 306, no. 2274]